masukkan script iklan disini
Penulis Henriono adalah Presiden Generasi Indonesia - GIe.
Iiputan9online//Indonesia mengalami gelombang pasang surut pada sektor pertanian, hal itu dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan infrastruktur yang menjadi saluran suplai air sampai ke sawah.
Tidak hanya itu, ketersediaan Benih Unggul, Pupuk, Alsintan untuk meningkatkan Produksi Beras Petani Indonesia. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia Produksi beras dari tahun 2019 - 2024.
Tahun 2019, hasil panen 31,31 juta ton Beras, Tahun 2020, hasil panen 31,33 juta ton Beras, tahun 2021, hasil panen 31,36 juta ton Beras, Tahun 2022, hasil panen 31,54 juta ton Beras, Tahun 2023, hasil panen 31,10 juta ton Beras, Tahun 2024, hasil panen 30,62 juta ton Beras.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Impor beras Indonesia dari tahun 2019 – 2024 Tahun 2019 Beras Impor sebanyak 444,50. Ribu ton, Tahun 2020 beras impor sebanyak 356,28 ribu Ton, Tahun 2021 Beras Impor sebanyak 407,74 ribu ton, Tahun 2022 Beras Impor sebanyak 429 ribu ton, Tahun 2023 Beras Impor sebanyak 3,06 juta ton, Tahun 2024 Beras Impor sebanyak 4,52 juta ton.
Pada tahun 2022, impor beras Indonesia mencapai 429 ribu ton, 3 dan terus mengalami penambahan karena Produksi beras mengalami penurunan sebanyak 440 ribu ton dari tahun 2022 ke tahun 2023.
Kejadian ini adalah efek fenomena El-Nino yang mengakibatkan kekeringan lahan berbagai Wilayah di Indonesia Sehingga membutuhkan tambahan impor beras sebanyak 429 ribu ton + 440 ribu ton = 869 ribu ton pada tahun 2023.
Akan tetapi, Impor beras Indonesia justru mencapai 3,06 juta ton pada tahun 2023, dimana mengalami peningkatan 613 % dibandingkan Impor beras tahun 2022.
Uraian data yang berdasarkan pada BPS, Seharusnya masih ada sisa beras impor sebanyak 3,06 juta ton – 869 ribu ton = 2,19 juta ton di Bulog pada akhir Tahun 2023 / awal tahun 2024.
Setelah El-Nino berganti La Nina dimana Curah hujan sangat tinggi dan mengakibatkan banjir banyak wilayah di Indonesia. Dampaknya, Produksi beras Indonesia kembali mengalami penurunan sebanyak 480 ribu Ton.
Indonesia semakin kekurangan beras sehingga membutuhkan Impor beras sebanyak 429 ribu ton + 440 ribu ton + 480 ribu ton = 1,349 / 1,35 juta Ton.
Akan tetapi, Impor Beras kembali mengalami peningkatan sebanyak 4,52 juta ton pada tahun 2024, dimana tertinggi sejak Indonesia Merdeka.
Uraian olah data yang berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), Seharusnya masih ada sisa beras impor sebanyak 4,52 juta ton – 1,35 juta ton = 3,17 juta ton di Bulog pada akhir Tahun 2024 / Awal Tahun 2025.
Berdasarkan uraian data tersebut, Seharusnya masih ada sisa beras sebanyak 3,17 Juta ton di Bulog. bahkan lebih dari itu, apabila ditambahkan dengan potensi sisa beras impor sebanyak 2,19 juta ton sehingga sisa beras impor dapat mencapai 5,36 Juta ton di Bulog pada awal Tahun 2025.
Disisi lain, dalam waktu kurang lebih 4 Bulan lamanya, terjadi Perubahan yang signifikan.
Hal ini berdasarkan penyampaian Menteri Pertanian RI dan Kepala Badan Pangan Nasional serta Wakil Menteri Pertanian RI Bahwa Produksi beras Indonesia mengalami Surplus lebih 3 juta ton, bahkan ditegaskan telah mencapai 3,7 juta ton pada Bulan Mei 2025. jika Pernyataan tersebut benar, maka capaian ini melampaui Swasembada pangan 3 juta Ton pada Era Pembangunan Jendral (Purn) H. Soeharto, Presiden Republik Indonesia yang ke 2.
Akhirnya, Muncul pertanyaan dalam benak kita. Apakah beras yang ada di Bulog saat ini berasal dari hasil Panen petani Indonesia atau justru sisa beras Impor tahun 2023 dan 2024 ?.
Pertanyaan ini hadir dalam benak kita berhubung tidak ada keterangan yang jelas tentang kemana sisa beras Impor pada tahun 2023 dan 2024 ?.
Jika benar bahwa beras yang ada di Bulog saat ini murni hasil petani Indonesia, maka patut kita bangga berhasil mencapai hal tersebut dan mengapresiasi dengan baik atas kesuksesan Kementerian Pertanian Republik Indonesia (KEMENTAN RI) dibawah kepemimpinan Menteri Pertanian RI, Dr. H. Andi Amran Sulaiman dan Wakil Menteri Pertanian RI, Sudaryono B.ENG.,M.M, MBA yang bekerja keras selama ini dapat melakukan terobosan besar sehingga terjadi loncatan kemajuan pertanian Indonesia berhasil mewujudkan Swasembada pangan tertinggi sejak Indonesia Merdeka.
Dengan berprasangka Positif bahwa Terwujudnya Swasembada Beras seperti yang disampaikan KEMENTAN RI merupakan Loncatan Kemajuan sektor Pertanian Indonesia yang Luar biasa. Berdasarkan capaian tersebut, memunculkan pertanyaan baru, bagaimana nasib Program 3 juta Lahan cetak sawah baru, Apakah masih relevan untuk melanjutkannya ?.
Pada umumnya, ada 2 cara dalam mewujudkan Swasembada Pangan dalam hal ini Beras, yaitu:
Cara Pertama, Melalui Program Lahan cetak sawah baru. Plaining seluas 3 juta hektar dengan membutuhkan biaya 35 juta per hektar selaras dengan 35 Triliun untuk 1 juta hektar, atau 105 Triliun untuk 3 juta hektar.
Melalui Program 3 juta Lahan Cetak Sawah baru berpotensi menghasilkan Gabah Kering Panen (GKP) sebanyak 3 – 4 ton per hektar dengan rata rata 3,5 ton per hektar, Potensi CSB dapat menghasilkan 3 Juta Ha X 3,5 Ton = 10,5 juta Ton Gabah Kering Panen (GKP) atau setara dengan 5,32 juta ton Beras. jika bisa panen 2 kali dalam setahun, maka dapat menghasilkan 10,5 juta ton X 2 = 21 juta ton GKP atau setara dengan 10,64 juta ton beras per Tahun.
Jika mampu panen 3 kali dalam se tahun, maka dapat menghasilkan 10,5 X 3 = 31,5 Juta ton GKP atau setara dengan 15,94 Juta ton Beras Per Tahun. Jika Sawah diata 3,5 ton Per Hektar maka akan menghasilkan lebih banyak lagi Gabah dan beras dimana menjadikan Indonesia Lumbung Beras Dunia.
Cara Kedua, dengan mendorong peningkatan Kualitas dan Kuantitas Produksi lahan sawah lama melalui penyediaan Suplai Air, Irigasi tersier, Bibit unggul, Pupuk, Alsintan dan hal hal lainnya yang dibutuhkan Petani.
Salah satu contoh Produksi Panen Gabah Kering Panen pada pada tahun 2022 – 2023 di Jawa barat seperti di karawang, Bandung barat, Indramayu dan kabupaten lainnya.
Sudah Mulai dikembangkan bibit Inpari 36 dan 37 dimana Produksi pertanian mengalami peningkatan yang signifikan dengan hasil panen dapat mencapai 8 – 12 ton per Hektar yang sebelumnya hasil panen hanya mencapai 5 – 7 Ton Per Hektar.
Hal ini telah dilakukan Kementerian pertanian melalui Balai Penerapan Standar Instrumen Pertanian (BSIP) Jawa Barat, yang dipimpin oleh Pak Dr. Rustan Massinai, S.TP., M.SC.
Peningkatan hasil Panen antara 1 – 5 ton Per hektar dengan menggunakan Benih Padi Varietas Inpari 36 dan 37 dimana Produksi Sawah mengalami peningkatan rata-rata 3 ton per hektar. Apabila Program ini mendapatkan dukungan secara Nasional, maka hasil panen petani akan mengalami peningkatan signifikan yang ditopang 7,38 juta hektar lahan baku sawah (LBS).
Cukup mengolah lahan LBS dengan persentase 30 % dari 7,38 Juta hektar menjadi 2,21 juta hektar dengan memberikan perhatian yang maksimal terhadap luas lahan tersebut, maka dapat memproduksi Gabah Kering Panen (GKP) sebanyak 2,21 juta hektar X 3 ton = 6,63 juta ton atau setara dengan 3,36 juta Ton beras per tahun.
Apabila Panen dua kali dalam setahun, maka dapat menghasilkan GKP Sebanyak 6,63 juta ton X 2 = 13,26 juta Ton atau setara dengan 6,72 juta Ton Beras.
Produksi Sawah semakin banyak apabila mampu panen tiga kali dalam setahun dapat menghasilkan 6,63 juta ton X 3 = 19,89 juta ton GKP atau setara dengan 10,08. Juta Ton beras per Tahun.
Pada tanggal 25 April 2025, Panen Padi VUP Inpari 37 dengan aplikasi AGN dapat menghasilkan 14 – 15 ton per hektar di widasari Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat.
Hasil ini mengalami peningkatan 7 – 8 ton dibandingkan peningkatan 1- 5 ton Per hektar pada tahun 2022 /2023. Apabila Benih ini dapat dimaksimalkan melalui pengolahan Lahan Baku Sawah (LBS) dengan Potensi hasil panen rata rata 7,5 Ton per hektar maka dapat meningkatkan hasil panen sebanyak 2,21 juta hektar X 7,5 ton = 16,57 juta ton Gabah Kering panen (GKP)atau setara dengan 8,40 juta ton beras.
Apabila Panen dua kali dalam setahun, dapat menghasilkan 33,14 juta ton GKP atau setara dengan 16,79 juta ton Beras. Apabila mampu panen tiga kali dalam setahun, maka dapat menghasilkan 49,71 juta ton GKP atau setara dengan 25,19 juta ton beras per tahun.
Akhirnya, dengan memaksimalkan 30 % dan jika memungkinkan sampai 50 % Lahan Baku Sawah (LBS) akan mengantarkan Indonesia menjadi Pemain utama beras Dunia.
Olehnya itu, Baik Cara pertama melalui Program Lahan Cetak Sawah baru maupun cara kedua dengan meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Produksi Lahan Baku Sawah akan menghasilkan Gabah dan Beras yang melimpah.
Tinggal memilih salah satu diantaranya. semuanya kembali pada Kebijakan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian Republik Indonesia (KEMENTAN RI) dan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dalam melakukan Pengawalan dan Pengawasan kebijakan agar tepat sasaran sehingga dapat mewujudkan Swasembada Beras Nasional dengan baik.
Apabila memilih cara Kedua, dengan Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Produksi lahan. Selanjutnya, Bagaimana Nasib program 3 Juta lahan Cetak sawah baru Baru ?.
Sebenarnya, Program 3 juta hektar CSB itu baik, hanya saja kurang tepat sehingga dapat dialihkan menjadi Program Cetak Lahan baru (CLB).
Hal ini dibutuhkan agar dapat menciptakan keseimbangan Pangan, tidak hanya mewujudkan Swasembada Beras dan begitupun Swasembada Jagung Sehingga dapat mengakibatkan Kesenjangan Pangan pada jenis lainnya dan akan menjadi Masalah yang berkesinambungan.
Program Cetak Lahan baru (CLB) dengan luas 3 juta Hektar boleh dilanjutkan tapi dengan perhitungan yang matang agar tepat sasaran. Seperti 1 juta hektar cetak lahan baru yang gunakan untuk Peternakan, baik perkembangbiakan sapi maupun Peningkatan Produksi Sapi perah.
Hal ini penting, mengingat kita slalu Impor daging dan susu setiap tahun. Seperti Susu, hanya mampu memenuhi kebutuhan antara 15 – 20 % Per Tahun.
Dengan Program 1 juta hektar Lahan baru untuk Peternakan, maka Indonesia dapat Mewujudkan swasembada Daging dan mampu memproduksi Susu secara mandiri sehingga dapat melakukan Maksimalisasi suapan Gizi secara Nasional dengan massif buat Anak anak Sekolah serta kebutuhan lainnya.
Tidak hanya itu, selama ini Indonesia mengalami kekurangan kedelai yang mengharuskan Impor 2 – 2,4 juta ton per Tahun. Maka Sebaiknya Program Cetak Lahan baru 3 juta hektar digunakan untuk Lahan pertanian Kedelai seluas 1 juta hektar agar dapat menghasilkan kedelai 2 – 2,5 Juta ton Per tahun dengan Rasio 2 -2,5 ton per Hektar.
Dengan langkah ini, kita tidak perlu impor kedelai, justru sebaliknya dapat mewujudkan Swasembada Kedelai dalam memenuhi Kebutuhan Nasional.
Adapun sisa lahan 1 juta hektar dapat digunakan untuk sektor pertanian lainnya.
Seperti Pengembangan lahan Kakao, Kopi Arabica dan Robusta, Kebun Aren buat Gula aren, Etanol dan Bioetanol untuk Farmasi, Kebun Cengkeh. Buah - buahan seperti Mangga, Durian, Alpukat, Manggis, Nanas, Pisang dll.
Terbaginya 3 juta Hektar Cetak Lahan baru (CLB) dengan banyak Jenis tanaman pada sektor pertanian dapat menjaga stabilitas Harga barang pasca panen dan Mewujudkan Swasembada Pangan Nasional serta dapat memenuhi permintaan Pasar Internasional.
Pada Akhirnya, Mari Kita Doakan, Semoga Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan dan kekuatan serta The Big Idea and The Smart Team kepada Presiden RI, Prabowo Subianto dan Kabinetnya agar dapat melahirkan Kebijakan dan Program yang baik dan tepat dalam Mewujudkan Kesuksesan Swasembada Pangan Nasional dimana tidak sekedar menguntungkan kepentingan Pribadi kelompok kecil.
Akan tetapi, Pemerintah hadir dengan mengutamakan Merah Putih, yaitu Keberpihakan pada Rakyat, Bangsa dan Negara Republik Indonesia.
Masyarakat Indonesia Berbeda tapi Satu (Mari Bersatu) Salam Pancasila.